Monday, June 20, 2011

MENTERJEMAHKAN FENOMENA KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR MATEMATIKA DI SEKOLAH DENGAN FILSAFAT

Filsafat adalah cabang ilmu yang mempelajari semua yang ada dan yang mungkin ada, dengan kata lain filsafat adalah ilmu yang mempelajari semua aspek dalam kehidupan. Obyek kajian yang ada dalam filsafat sangatlah luas, dalam belajar filsafat kita harus menghargai ruang dan waktu sebab semua hal tergantung pada ruang dan waktunya. Munculnya filsafat pertama kali berasal dari kehidupan sehari-hari yaitu dari fenomena alam, sehingga filsafat pertama yang ada disebut filsafat alam. Kemudian seiring waktu, filsafat terus berkembang salah satunya yaitu muncul filsafat matematika dan dalam pendidikan juga terdapat cabang ilmu filsafat pendidikan matematika. Dari fenomena alam yang ada akan muncul suatu fenomena matematika dan pendidikan matematika yang kemudian secara berkesinambungan mewujudkan suatu noumena.

Dalam filsafat terdapat tiga pilar utama yang menjadi unsur dasar kajiannya dalam kehidupan, yaitu :

  • Ontologi (hakekat): merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan/hakekat sesuatu yang bersifat konkret/ada. Jadi obyek telaah ontologi adalah yang ada.
  • Epistimologi (metode): adalah pengetahuan sistematis yang membahas tentang terjadinnya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan (Ilmiah).
  • Aksiologi (untuk apa): membahas tentang nilai etik dan estetika suatu pengetahuan. Nilai dari sesuatu tergantung ada tujuannya. Maka pembahasan tentang nilai pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari tujuannya.

Filsafat Pendidikan

Merupakan terapan dari filsafat umum, maka selama membahas filsafat pendidikan akan berangkat dari filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai. Dalam filsafat terdapat beberapa aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurangnya sebanyak aliran filsafat itu sendiri. Brubacher (1950) mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua kelompok besar, yaitu: Filsafat pendidikan “progresif”, didukung oleh filsafat pragmatisme dari John Dewey, dan romantik naturalisme dari Roousseau. Dan Filsafat pendidikan “konservatif”, didasari oleh filsafat idealisme, realisme humanisme (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius.


Filsafat Pendidikan Matematika

Salah satu cabang ilmu filsafat pendidikan adalah filsafat pendidikan matematika, yaitu suatu studi yang menelaah yang ada dan yang mungkin ada dalam dunia pendidikan dan khususnya pendidikan matematika. Salah satu hal yang terjadi dalam pendidikan adalah proses belajar mengajar (PBM) di sekolah. Jadi kegiatan belajar mengajar di sekolah dapat dikaji dan diterjemahkan dari sudut pandang filsafat. Dalam pendidikan matematika di Indonesia sistem yang mendominasi adalah sistem yang menganut paham Hilbert. Matematika menurut Hilbert bersifat formal, aksiomatis, dan pure mathematics. Filsafat pendidikan matematika yang sesuai atau mengarah pada terwujudnya kehidupan yang maju yakni filsafat yang konservatif yang didukung oleh sebuah idealisme, rasionalisme (kenyataan). Itu dikarenakan filsafat pendidikan matematika mengarah pada hasil pemikiran manusia mengenai realitas, pengetahuan, dan nilai seperti yang telah disebutkan diatas.

Jadi, aliran filsafat yang pas dan sesuai dengan pendidikan yang mengarah pada kehidupan yang maju yakni filsafat pendidikan progresivisme (berfokus pada siswanya). Tapi akan lebih baik lagi bila semua filsafat diatas bisa saling melengkapi. Tanpa Filsafat, Pendidikan Matematika Menjadi Lemah. Lemahnya pendidikan matematika di Indonesia merupakan akibat tidak diajarkannya filsafat atau latar belakang ilmu matematika. Dampaknya, siswa, bahkan mahasiswa, pandai mengerjakan soal, tetapi tidak bisa memberikan makna dari soal itu. Matematika hanya diartikan sebagai sebuah persoalan hitung-hitungan yang siap untuk diselesaikan atau dicari jawabannya.


Menterjemahkan Proses Belajar Mengajar Matematika dengan Filsafat

Dalam hal ini fenomena proses belajar mengajar di sekolah akan diterjemahakn berdasarkan tiga pilar utama filsafat, yaitu :

1. Aspek Ontologi

Ontologi merupakan bagian filsafat yang mempelajari masalah hakekat: hakekat dunia, hakekat manusia, termasuk di dalamnya hakekat anak/peserta didik. Ontologi secara praktis akan menjadi persoalan utama dalam pendidikan. Karena anak bergaul dengan dunia sekitarnya, maka ia memiliki dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang ada. Seorang guru seharusnya mengetahui hakekat manusia, khususnya hakekat peserta didik. Hakekat manusia adalah makhluk jasmani, rohani, individual, bebas, dan menyejarah. Sehingga dalam PBM matematika harus juga diterapkan unsur pendidikan karakter yang dapat membentuk karakter anak/peserta didik sebagai individu yang berkepribadian baik.

2. Aspek Epistimologi

Epistimologi adalah segala sesuatu tentang metode, yang berkaitan dengan pertanyaan bagaimana. Fenomena yang terjadi dalam PBM matematika bagi seorang guru adalah, bagaimana mengajarkan ilmu matematika sehingga mudah dipahami siswa. Pertama guru harus menentukan apa yang benar mengenai muatan yang diajarkan, kemudian guru harus menentukan alat dan metode yang paling tepat untuk membawa muatan ini bagi siswa. Sebagai pendidik hendaknya tidak hanya mengetahui bagaimana siswa memperoleh pengetahuan, melainkan juga bagaimana siswa belajar. Meliputi pula pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak dan bagaimana cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut, begitu juga bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut.

3. Aspek Aksiologi

Pada intinya aksiologi menyoroti fakta bahwa pada proses belajar mengajar di sekolah tujuannya tidak hanya pada kuantitas pengetahuan yang diperoleh siswa melainkan juga dalam kualitas kehidupan yang dimungkinkan karena pengetahuan. Pengetahuan yang luas tidak dapat memberi keuntungan pada individu jika ia tidak mampu menggunakan pengetahuan untuk kebaikan. Jadi dari aspek aksiologi, fenomena yang ada adalah kegiatan belajar mengajar matematika di sekolah tidak hanya merupakan transfer ilmu pengetahuan tetapi juga mengutamakan etik estetika dan juga sopan santun agar pengetahuan matematika yang didapat digunakan untuk tujuan kebaikan.

Sumber :

http://www.scribd.com/doc/43326775/Ontologi-Epistemologi-Dan-Aksiologi-Ilmu

http://www.masbied.com/2010/03/20/filsafat-pendidikan-matematika/

http://sdn08ptkbrt.webs.com/apps/blog/show/639709-guru-dan-filsafat-pendidikan

Wednesday, May 25, 2011

DUNIA DALAM FILSAFAT

Filsafat adalah ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada di dunia ini, dengan kata lain filsafat adalah ilmu yang mempelajari semua aspek dalam kehidupan. Jadi obyek kajian filsafat sangatlah luas. Filsafat merentang pada dimensi yang bertingkat dari bumi menuju langit, yaitu dari dimensi material, formal, normatif, dan yang terakhir adalah spititual. Dalam kajian filsafat, akan banyak muncul pertanyaan yang tidak semuanya membutuhkan atau perlu untuk dijawab. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kita sebagai manusia, kadang untuk menjawab pertanyaan pikiran kita bisa menggapainya tetapi spiritual kita akan terkikis. Ini adalah hal yang tidak boleh terjadi, sebab landasan paling dasar dari diri kita adalah spititual kita.

Tiga pilar utama dalam filsafat mempunyai sumbu-sumbu sebagai unsur pentingnya. Sumbu-sumbu dari ontologi (hakekat) adalah berfikir intensif dan ekstensif, sedangkan sumbu dari epistimologi adalah foundation dan antifoundation, benar dan salah. Sumbu dari aksiologi adalah estik dan estetika, baik dan buruk sampai pada transenden spiritual. Ada juga sumbu dalam ruang, yaitu jauh dekat, tinggi rendah, dll. Sedangkan sumbu dalam waktu adalah yang lalu, sekarang, dan yang akan datang. Belajar filsafat adalah antara fatal dan vital juga antara mitos dan logos yang berjalan beriringan.

Banyak orang yang bertanya apakah mitos itu sesuatu yang bermanfaat? Jawabannya adalah ya, tetapi dengan syarat mitos tersebut harus berjalan sesuai dengan dimensinya. Sebagai contohnya adalah pada anak kecil sebagian besar pengetahuannya adalah mitos, karena anak kecil belum bisa bertanya “mengapa”. Mitos juga penting dalam pendidikan anak, tetapi memang harus sesuai dengan dimensinya. Contoh lainnya adalah kebiasaan masyarakat seperti sedekah, dll. Semua itu ada unsur kehidupannya, karena bagi masyarakat tertentu pengetahuan cukup dimitoskan seperti halnya pengetahuan anak kecil, karena jika tidak maka akan menjadi tidak sesuai dengan ruang dan waktunya.

Jika kita bertindak sebagai penentu atau subyek bagi orang lain maka semua itu harus berjalan harmoni atau selaras seperti gending jawa. Selaras berarti di dalam diriku ada dirimu, di dalam dirimu ada diriku. Ukuran orang yang satu dengan orang yang lain berbeda-beda sesuai dengan dimensinya. Sifat orang yang satu dengan yang lain pun berbeda-beda pula, sifat merupakan aspek psikologi dari manusia. Sedangkan kegagalan maupun kesuksesan adalah pengada. Filsafat dunia barat dan timur berbeda, yaitu filsafat barat bersifat mencari sedangkan filsafat timur bersifat memberi. Sebagai contoh: seseorang yang berumur lebih dari 40 tahun masih belajar/ kuliah. Jika dipandang dari filsafat barat maka orang tersebut dikatakan masih mencari ilmu pengetahuan, tetapi jika dipandang dari filsafat timur maka sudah seharusnya orang tersebut memberi ilmu pengetahuan bukan malah terus belajar.

Terdapat 4 dimensi komunikasi dalam pendidikan karakter di Indonesia, meliputi komunikasi material, komunikasi formal, komunikasi normatif dan komunikasi spiritual. Dalam pengembangan karakter pada pendidikan matematika juga berlaku empat komunikasi tersebut, keberhasilan pendidikan karakter ditentukan oleh sejauh mana guru dapat berkomunikasi melalui empat hal di atas dengan siswa.

· Komunikasi material matematika

Komunikasi material matematika didominasi oleh sifat horisontal arah vitalitasnya. Dilihat dari segi keterlibatannya, jumlah satuan potensi yang terlibat adalah bersifat minimal jika dibandingkan dengan komunikasi dari dimensi yang lainnya. Maka, sebagian orang dapat memperoleh kesadaran bahwa komunikasi material matematika adalah komunikasi dengan dimensi paling rendah.

· Komunikasi formal matematika

Komunikasi formal matematika didominasi oleh sifat-sifat korelasional ke luar atau ke dalam dari vitalitas potensinya. Korelasi ke luar atau ke dalam memunyai makna perbedaan antara sifat-sifat yang di luar dan sifat-sifat yang di dalam. Korelasi antara perbedaan sifat itulah yang menentukan sifat dari subjek atau objek komunikasinya. Implikasi dari perbedaan sifat-sifat subjek atau sifat-sifat objek memberikan penguatan adanya perbedaan sifat penunjukan.

· Komunikasi normatif matematika

Komunikasi normatif matematika ditandai dengan meluruhnya sifat-sifat penunjukan korelasionalitas penunjukannya pada diri subjek dan objeknya. Namun demikian, komunikasi dikatakan memunyai dimensi yang lebih tinggi dikarenakan keterlibatan satuan-satuan potensinya lebih banyak, lebih luas, dan lebih kompleks. Meluruhnya sifat penunjukan korelasional horisontal bukan disebabkan oleh lemahnya potensi dan vitalitas komunikasi, tetapi semata-mata dikarenakan luasnya jangkauan dan keterlibatan satuan-satuan potensi dan vitalitas baik pada diri subjek maupun objek.

· Komunikasi spiritual matematika

Sifat-sifat korelasional keluar dari konsep matematika menunjukkan keadaan semakin jelas dan tegasnya apakah dalam bentuk ke luar ke atas atau ke luar ke bawah. Korelasionalitas potensi dan vitalitas matematika ke atas akan mentransformasikan bentuk komunikasi ke dimensi yang lebih atas yaitu komunikasi spiritual matematika. Di pihak lain, korelasional potensi dan vitalitas ke bawah akan mentransformasikan bentuk komunikasi matematika ke dimensi yang lebih bawah, yaitu komunikasi formal matematika atau komunikasi material matematika.

Filsafat merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala aturan dan hukum-hukum. Anti filsafat adalah filsafat itu sendiri. Dalam filsafat dikenal istilah transformasi dunia. Dua hal yang dibutuhkan untuk mentransformasikan dunia adalah ruang dan waktu, karena kita tidak mungkin lepas dari ruang dan waktu. Secara subjektif, definisi filsafat yaitu diriku atau pikiranku. Pikiran adalah penghubung antara yang ada dan yang mungkin ada. Seperti Immanuel Kant, yang mengungkapkan bahwa dunia adalah pikiranku. Jika kau ingin mengetahui dunia maka tengoklah dalam pikiranmu. Pikiran merupakan separuh dunia, dan separuh dunia yang lain adalah pengalaman. Untuk menghubungkan kedua hal tersebut, kita membutuhkan abstraksi. Abstraksi adalah unsur dasar dari reduksi. Sifat dasar dari reduksi adalah tajam dan kejam.

Ada seorang filsuf yang ternyata tidak mampu mengetahui apapun, dia adalah Socrates. Karena Socrates adalah seorang filsuf yang mengungkapkan bahwa filsafat adalah pertanyaan. Seorang filsuf tidak akan pernah bisa lari dari filsafat karena filsuf adalah filsafat. Maka mempelajari filsafat berarti mempelajari pikiran para filsuf. Tujuan seseorang berfilsafat adalah membangun dunia. Ada 2 unsur untuk membangun dunia yaitu unsur aku ditambah aku atau bukan aku (hukum identitas dan hukum kontradiksi). Dalam mempelajari filsafat juga akan banyak muncul sifat-sifat tertentu, seperti arogansi filsafat, karena dalam berfilsafat kita tidak menyebutkan gelar yang dipunyai oleh para filsuf. Kelancangan filsafat, karena filsafat lancang terhadap subyek. Kesombongan dan juga kemarahan filsafat, karena kita selalu berfilsafat.

Sumber : http://powermathematics.blogspot.com/2011/04/artikel-populer-pendidikan-karakter.html

Wednesday, May 11, 2011

PENGARUH TIGA PILAR UTAMA FILSAFAT DALAM KEHIDUPAN

Dalam filsafat terdapat tiga pilar atau aspek yang utama, yaitu:

· Ontologi (hakekat)

Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan/hakekat sesuatu yang bersifat konkret/ada. Jadi obyek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada filsafat pada umumnya dilakukan oleh filsafat metafisika. Istilah ontologi banyak digunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu. Ontologi merupakan sebuah jawaban atas pertanyaan mengenai hakikat kenyataan. Kita harus memahami dengan baik masalah-masalah ontologi agar dapat memahami dengan baik masalah dunia, tempat kita tinggal. Ontology berkaitan dengan pertanyaan “apa”.

· Epistimologi (metode)

Epistomologi adalah pengetahuan sistematis yang membahas tentang terjadinnya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan (Ilmiah). Epistemologi membahas tentang bagaimana metode seorang manusia mendapatkan pengetahuan. Pentingnya pembahasan ini berkaitan dengan apakah suatu ilmu ia diperoleh dengan cara yang bisa didapatkan orang lain atau tidak. Jika tidak dapat diketahui orang lain maka pengetahuannya tidak dapat dipelajari oleh orang lain. Epistimologi berkaitan dengan pertanyaan “bagaimana/mengapa”.

· Aksiologi (untuk apa)

Aksiologi membahas tentang nilai etik dan estetika suatu pengetahuan. Nilai dari sesuatu tergantung ada tujuannya. Maka pembahasan tentang nilai pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari tujuannya. Masing-masing manusia memang mempunyai tujuan sendiri. Namun pasti ada kesamaan tujuan secara obyektif bagi semua manusia. Begitu juga dengan pengetahuan. Semua pengetahuan memiliki tujuan obyektif. Aksiologi berkaitan dengan pertanyaan “untuk apa”, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan?

Ketiga pilar tersebut bersifat saling berkaitan satu sama lain, dan juga berkaitan erat dengan perjalanan kehidupan kita. Di bawah ini akan dijelaskan hubungan antara ontology, epistimologi dan aksiologi.

1. Ontologi - ontologi

Hal ini berarti hakekatnya hakekat. Tetapi dalam kenyataannya manusia tidak bisa menjelaskan hakekat dari hakekat itu sendiri, karena kata-kataku tidak cukup menjelaskan hakekat. Hanya Allah SWT yang tahu hakekat atas hakekat, sebab hal tersebut merupakan rahasia yang hanya diketahui makna dan maksudnya oleh Allah SWT.

2. Ontologi - epistimologi

Adalah hakekat dari epistimologi, artinya hakekat dari metode/cara. Epistimologi itu sendiri adalah cara atau metode, sedangkan dari ontologi ke epistimologi itu maksudnya hakekat epistimologi atau hakekat dari cara dan metode. Dalam buku yang berjudul “Kebenaran Metode” hermenitika dogamen. Buku ini berusaha secara ontologi mengungkap hakekat metode. Sedangkan kebenaran metode itu benar dan salah dalam epistimologi.

3. Ontologi - aksiologi

Merupakan hakekat dari baik buruk. Dalam filsafat, segala sesuatunya merentang (berdimensi), antara satu orang dengan yang lain berbeda, dalam waktu yang berbeda segala sesuatu berbeda pula. Misalnya saja, keberadaan Osama bin Laden, baik buruknya tergantung dari mana orang memandang dan siapa pula yang memandangnya.

4. Epistimologi - ontologi

Yaitu metode untuk menggapai hakekat. Bagaimana cara kita menggapai hakekat, bagaimana pengetahuan kita mengungkap hakekat tentang sesuatu. Dalam filsafat metode untuk menggapai hakekat adalah olah pikir, sedangkan dalam spiritual adalah olah hati.

5. Epistimologi - epistimologi

Merupakan metode untuk menggapai metode. Dimana kita akan mampu untuk mengetahui benar salahnya segala metode yang kita lakukan. Sehingga kita akhirnya mampu dan dapat membenahi segala hal yang terkait dengan metode yang kurang sesuai. Kebenaran metode menghasilkan hermenitika modern.

6. Epistimologi - aksiologi

Metode untuk mengungkap baik buruk. Bagaiamana cara kita menemukan baik-buruk segala sesuatu yang timbul dalam kehidupan ini. Misalnya kita berfikir untuk meengungkap kembali mengenai tewasnya Osama. Osama bin Laden merupakan kritik terhadap orang yang berkuasa.

7. Aksiologi - ontologi

Adalah etik estetika dalam menggapai hakekat. Baik-buruknya hakekat, tata etik dan estetika berfikir tentang hakekat. Misal ketika kita berbicara tentang Tuhan jangan di tengah pasar, di kereta api, kurang sopan jika membicarakan Tuhan di pasar. Berbicara Tuhan sebaiknya di tempat yang pantas seperti masjid, gereja atau sesuai dengan keyakinannya masing-masing.

8. Aksiologi - epistimologi

Yaitu etik estetikanya sebuah metode. Bagaimana cara/metode menyatakan sesuatu dengan sopan dan santun. Sebagai contohnya, sama-sama ingin meminta uang saku kepada orang tua, sama-sam ingin menyatakan perasaan,dll. Jika metode yang digunakan berbeda, maka hasilnya pun akan berbeda-beda pula. Jika etik dan estetika dalm menggunakan metode tidak diperhatikan, maka hasilnya akan kontraproduktif.

9. Aksiologi – aksiologi

Merupakan baik buruknya tentang baik buruk. Maknanya seperti contoh berikut misal, menyampaikan kebaikan dengan menggunakan cara yang baik. Sehingga aksiologinya aksiologi ini sangat penting jika kita mampu untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sebab ini merupakan gambaran dari orang yang sadar terhadap ruang dan waktu.

Contoh lengkapnya adalah pada ritual Jawa, orang Jawa melambangkan kebaikan dengan ritual-ritual yang memiliki makna-makna, misalnya pada upacara adat pernikahan terdapat ritual-ritual sepertu :

ü Cangkir = nyancang pikir

ü Tebu = antebing kalbu, artinya dalam menjalin cinta ataupun hubungan suami istri haruslah dengan hati yang mantap, karena dengan hati yangmantap dapat mengalahkan rintangan yang ada.

ü Kacar kucur = dalam resepsi pernikahan melambangkan pemberian nafkah dari suami untuk istri, dll.

Sedangkan dalam pernikahan juga terdapat ontologinya, yaitu sebuah hakekat pernikahan adalah Ijab-Qobul. Sedangkan epistimologinya, setiap daerah memiliki adat yang berbeda-beda dalam melaksanakan upacara pernikahan.

Dari tiga pilar filsafat tersebut, kita juga dapat mengaitkannya dalam suatu perjalanan imajiner yang kita alami. Dimana, perjalanan imajiner yang kita alami dapat bersifat infinite regres. Seperti contohnya ketika kita bermimpi dan di dalam mimpi kita bermimpi lagi, dst. Sehingga mimpi itu sendiri dapat kita artikan sebagai pengalaman spiritual yang kita alami. Sehingga kita dapat mengaitkannya dengan ontologi dan epistimologi dari suatu perjalanan spiritual tersebut. Selain imajinernya berfikir, kita juga dapat memahami suatu angan-angan kita dari apa yang telah kita impi-impikan untuk dijadikan pedoman dalam menggapainya. Akan tetapi, menghayalkan suatu hal itu haruslah kita mampu untuk menyadarinya. Sebab untuk berfikit dan memikirkan sautu hal itu kita haruslah mempunyai kesadaran.

Sadar dapat dipecah menjadi dua yaitu sadar ke dalam dan sadar keluar. Dimana berkhayal merupakan bentuk sadar ke luar dari apa yang telah kita pikirkan. Dan batas dari pikiran adalah hati. Dimana, jikalau kita memikirkan sesuatu maka kita tidak akan mampu memikirkannya sedalam-dalamnya sampai tuntas dalam spiritualku. Sehingga akan memunculkan mitos-mitos belaka dari apa yang kita pikirkan tersebut jikalau kita tidak mampu untuk medalaminya dengan hati dan spiritual kita.

Dalam matematika, kebenaran akan diperoleh jika matematika itu terbebas dari ruang dan waktu. Sebagai contohnya, matematika akan benar jika masih ada di dalam pikiran, ketika diucapkan dan bahkan dituliskan matematika akan menjadi salah. Sebagai contohnya, ketika kita mengucapkan atau menuliskan 2 = 2. Hal ini jika tidak terbebas dari ruang dan waktu bernilai salah, sebab ada 2 yang pertama dan 2 yang kedua.

Bahasa yang merupakan suatu yang amat sangat penting dalam filsafat sebab kita berfikir filsafat melalui bahasa. Dimana bahasa yang paling tepat dalam bahasa yang hanya kita ajukan kepada Tuhan. Sedangkan dalam filsafat, bahasa yang digunakan merupakan bahasa Analog. Sehingga kita dapat mengartikan bahwa bahasa adalah rumahku sendiri, bahkan diriku ini adalah bahasa. Jika kita kaitkan dengan matematika, maka struktur bahasa dan struktur matematika itu merupakan bahasa. Sehingga matematika itu adalah bahasa. Sedangkan jika kita kaitkan dengan budaya Jawa, bahasa dan filsafat itu mempunyai hubungan yaitu Sastra Gending yang berhubungan dengan Subjek dan Predikat.

Sumber : http://www.scribd.com/doc/43326775/Ontologi-Epistemologi-Dan-Aksiologi-Ilmu